Nida dan Taber (1969: 33), dikutip dalam Novianti (2005: 16), membagi proses penerjemahan ke dalam tiga tahapan:
1) analisis pesan pada bahasa sumber;
2) transfer, dan;
3) rekonstruksi pesan yang ditransfer ke dalam bahasa target.
Proses tersebut dijelaskan dalam gambar berikut.
Proses penerjemahan ala Nida & Taber’s
Tahap analisis adalah proses di mana hubungan gramatikal dan makna atau kombinasi kata dianalisis. Pada tahap transfer, bahan yang telah dianalisa dalam tahap 1 ditransfer dalam pikiran penerjemah dari bahasa sumber ke dalam bahasa target. Tahap rekonstruksi adalah tahap di mana penulis menuliskannya kembali atau mengekspresikan kembali bahan sedemikian rupa sehingga produk terjemahan dapat diterima dan dibaca dalam aturan dan gaya bahasa target.
Bell (1991: 60) menggambarkan proses terjemahan sebagai proses interaktif yang berisi tiga tahap utama –sintaksis, semantik, dan pengolahan pragmatik. Masing-masing harus dilibatkan baik dalam analisis maupun sintesis. Dia menambahkan bahwa dalm proses tersebut ada kemungkinan (a) beberapa tahapan terlewati dengan cepat, dan (b) norma proses menjadi kombinasi bottom-up dan top-down, yaitu analisis (dan kemudian sintesis) dari klausa diberi pendekatan simultan baik oleh prosedur pengenalan-pola mauoun prosedurinferencing berdasarkan pengalaman dan ekspektasi sebelumnya.
Bell, kemudian menjelaskan bahwa proses penerjemahan tidak linear di mana tahap diikuti tahap dalam rangkaian terbatas. Proses penerjemahan merupakan proses yang terpadu, walaupun setiap tahapan harus dilalui, urutannya tidak tetap dan pelacakan kembali, revisi, dan pembatalan atas keputusan sebelumnya merupakan norma, bukan sekedar pengecualian.
Weick, dalam Robinson (1997:102), menjelaskan bahwa proses penerjemahan dapat dirumuskan sebagai (1) menerjemahkan: bertindak; melompat ke dalam teks; menerjemahkan secara intuitif. (2) Edit: berpikir tentang apa yang telah dilakukan; menguji tanggapan intuitif terhadap semua yang anda tahu, tetapi terlalu intuitif memungkinkan terjemahan (bahkan yang paling berhasil) menghadapi adanya tantangan untuk prinsip yang baik dan masuk akal serta dipercayai secara mendalam; biarkan diri merasakan ketegangan antara kepastian intuitif dan keraguan kognitif, dan tidak secara otomatis memilih salah satu; menggunakan siklus perbuatan-respon-penyesuaian daripada aturan kaku. (3) menghaluskan: menginternalisasi apa yang telah dipelajari melalui proses give-and-take ini untuk penggunaan di lain waktu; menjadikannya alami; menjadikannya bagian dari rekaman intuitif, tetapi mmungkinkannya fleksibel, sebagai ssuatu yang dapat diarahkan pada keadaan konflik; namun jangan pernah membiarkan alam bawah sadar mengikat pola fleksibilitas; selalu siap jika diperlukan “untuk keraguan, perdebatan, pertentangan, kesalahan, sikap kontra, tantangan, pertanyaan, kebimbangan, dan bahkan bertindak hipokritis.”
0 ulasan:
Catat Ulasan